-->
    |

Fahira Idris Harap MK Kabulkan Gugatan Guru PAUD Non Formal

(Anggota DPD RI Fahira Idris)
FaktaNews.id - Ratusan ribu Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PUAD) non formal tengah memperjuangkan nasibnya di Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka tergabung dalam Himpunan Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal (Himpaudi) menggugat review UU Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) dengan menggandeng pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra.

Anggota DPD RI Fahira Idris menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi pendidikan tanah air, khususnya kesejahteraan guru-guru PAUD non formal yang saat ini tengah memperjuangkan kesetaraan dan hak konstitusional di MK. Diketahui, mereka menggugat review UU Sisdiknas karena selama ini sebagai pengajar, mereka hanya dibayar paling tinggi senilai Rp300 ribu perbulan. Duit yang diterima oleh guru PAUD non formal ini berasal dari orang tua siswa secara sukarela.

"Mereka dari berbagai daerah hari ini hadir ke MK untuk menggantungkan harapan atas jaminan perbaikan kesejahteraan guru-guru paud yang selama ini dikesampingkan, tidak diakui, padahal guru-guru paud ini telah berkontribusi, belasan bahkan puluhan tahun dalam menyokong  pendidikan anak usia dini tanpa adanya kesetaraan dari segi penghasilan, insentif, dana sertifikasi, dan instrument kesejahteraan lainnya yang di dapatkna oleh guru-guru formal," ujar Fahira, Selasa (30/1/2019).

Sebagai anggota DPD RI, yang memiliki fungsi pengawasan terhadap undang-undang, Fahira merasa nuraninya terpanggil untuk mengawal dan mengadvokasi mereka, terlebih hal menyangkut nasib hidup para “guru” yang selayaknya mendapat penghargaan dan penghormatan atas pengabdian mereka dalam mencerdaskan anak bangsa selama ini.

"Coba kita bercermin pada Negara Jepang, ketika pasca terjadinya serangan Hiroshima dan Nagasaki yang meluluhlantahkan jepang pada 1945, Kaisar Hirohito mengumpulkan semua jenderalnya yang masih hidup dan menanyakan pertanyaan pertama kepada mereka “Berapa jumlah guru yang masih tersisa? dari sini kita belajar, bahwa Jepang memahami betul bahwa kunci kebangkitan sebuah negara dari kehancuran adalah pendidikan dan ujung tombaknya ada ditangan guru-guru kita," tandas Fahir.

Menurut Fahira, pokok masalah tuntutan guru-guru PAUD non formal ini sangat jelas dan mendasar dimana, dalam Undang-undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas, keberadaan pendidikan nonformal diakui dalam pasal 28 ayat 2 UU Sisdiknas. Namun dalam ketentuan Undang-undang No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen guru-guru PAUD non formal tidak mendapatkan pengakuan sebagai guru. Maka itu, Fahira menjelaskan bahwa terjadi kontradiksi peraturan yang tidak singkron, yang menyebabkan diskriminasi pada guru-guru nonformal.

"Yang kalau kita dalami lebih lanjut, guru-guru non formal dalam UU Sisdiknas sebetulnya memiliki kewajiban dan tuntutan profesi yang sama persis dengan guru-guru formal, namun pertanyaan mengapa mereka tidak mendapatkan hak-hak kesejahteraan yang sama? Tentu kesenjangan ini perlu terjawab melalui tuntutan kita di mahkamah konstitusi," tandasnya.

Dalam kesempatan ini, Fahira mendukung langkah-langkah guru-guru PAUD non formal yang dinaungi oleh organisasi HIMPAUDI ini, yang sejak 2015, telah mengadvokasi mereka sampai pada tingkat Presiden. Diketahui, ratusan ribu guru juga telah bersurat ke istana, namun tidak mendapatkan jawaban dan tindak lanjut yang signifikan dari Presiden. Menurut Fahira, Presiden melimpahkan surat-surat itu ke Kementrian pendidikan, yang ujungnya tidak dapat memenuhi harapan guru-guru karena landasan hukum berupa UU masih belum berpihak pada nasib guru-guru non formal.

"Saya selaku senator DPD RI, dalam hal ini, sekali lagi saya “terpanggil” untuk memberikan dukungan moril kepada mereka para guru yang berjuang secara konstitusi di MK. Saya pribadi juga akan terus menyuarakan isu “guru nonformal” ini di parlemen, dan momentum ini sangat tepat karena kami di DPD RI juga tengah melakukan pembahasan Revisi Undang-undang Guru dan Dosen, dan saya rasa permasalahan kesenjangan “guru nonformal” sangat fundamental untuk diperjuangkan," jelas Fahir.

Lebih lanjut, Fahira mengatakan “Keberpihakan” terhadap guru-guru PAUD no formal harus menjadi perhatian bukan saja ditingkat pusat, namun juga di daerah. Dia berharap dalam proses revisi undang-undang guru dan dosen kedepan, pemerintah daerah juga harus turut andil dalam alokasi APBD di masing-masing provinsi, sehingga dapat memberikan intensif perbaikan penghasilan bagi guru-guru paud nonformal.

"Selaku senator DPD RI,  menurut saya Alokasi belanja 20% APBN kita untuk pendidikan, harus menyentuh seluruh aspek level jenjang pendidikan. Khususnya pendidikan anak usia dini yang merupakan ujung awal pendidikan bagi “tunas-tunas bangsa”.  Jangan sampai negara abai dan luput memberikan perhatian pada guru dan pendidik PAUD, sebagai pengabdi pendidikan bagi generasi tunas Indonesia masa depan," demikian Fahira. (RF)

Komentar Anda

Berita Terkini